Pada
cerpen berjudul “Jawa, Cina, Madura
Nggak Masalah. Yang penting Rasanya...” memiliki kelebihan. Masalah rumah
tangga yang diangkat dalam cerpen tersebut. Menggunakan prinsip feminisme
liberal. Seorang perempuan menutut haknya sama dengan laki-laki. Sering
perempuan dianggap nomor dua. Bahkan, perempuan hanya sebagai perhiasan saja
yang tidak memiliki arti apa-apa. Perempuan ingin menjadi nomor satu bukan
nomor dua.
Kaum
Hawa hanya di dapur, mengurus anak dan melayani suami. Sehingga laki-laki
memperlakukan perempuan sesuka hatinya. Sedikit pun tidak memperdulikan
perasaannya. Dengan feminis liberal perempuanlah paling berkuasa dan perkasa.
Perempuan bisa memiliki derajat di atas seperti halnya pada laki-laki. Kaum
adam bisa mengusai perempuan, sebaliknya kaum hawa bisa menguasai para laki-laki.
Sehingga perempuan tidak dipandang sebelah mata. Perempuanlah paling hebat dan
perkasa.
Hal
itu terlukis pada tokoh istri ada keinginan suami yang melayaninya. Dia capek
dengan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurusi anak dan
melayani suami mulai dari pagi hingga malam. Dia lakukan sendirian tanpa
dibantu oleh suami. Ada rasa kebosanan dalam dirinya mengapa harus dia yang
mengerjakan sendiri, mengapa tidak suami saja melakukannya. Bukan hanya sang
istri saja yang merasakan, suami harus ikut adil merasakan penderitaan sebagai
ibu rumah tangga.
Kaum Adam hanya bisa menuntut dan meminta
lebih dari istrinya. Berputar seratus delapan puluh derajat perempuan yang
menuntut lebih dan lebih dari suaminya. Bila tidak dipenuhi oleh suami, istri akan
marah. Bahkan menyuruh suaminya melakukan pekerjaan rumah tangga bahkan membeli
perlengkapan kecantikan untuk istrinya. Sehingga suami itu tidak bisa membatah
sepatah katapun yang diucapkan oleh istrinya.
Dalam
perkawinan sangat dibutuhkan komunikasi. karena tidak terjadi salah paham
antara suami dan istri. Tertulis kata “Jawa, Cina, Madura nggak masalah yang
penting rasanya. Kulitnya kuning mulus dan bersih. Montok lagi”. Istri
berpendapat suami mencari selingan atau selingkuhan. Menganggap dia tidak
cantik dan seksi lagi. Alasan tersebut suami mencari kepuasan yang lain.
Mencari makanan yang lebih menarik bukan cari selingkungan. Hanya sekedar
persepsi yang tidak disertai dengan bukti-bukti secara fakta. Sebelum bertindak
harus difikirkan terlebih dahulu tidak mengutamakan emosi semata. Karena dengan
emosi tidak menyelesaikan permasalahan yang ada. Bahkan permasalahan menjadi
bertambah dan semakin rumit.
Amarah
sang istri meletup-letup. Seperti pijar magma yang mengalir. Emosi pada diri
yang terus membara. Meredam amarah sulit terkendali pada dirinya. Sehingga
tidak berfikir secara jernih. Suami
ingin menjelaskan kepada istrinya tetapi istri memotong pembicaraan. Untuk
membelah diri saja sulit untuk memberikan alasannya sebenarnya. Maksudnya bukan
untuk selingkuh melainkan istilah bentuk makanan yang enak dan isinya banyak.
Perempuan memiliki kepekaan yang sangat sensitif pada perasaan. Bila perempuan
terancam disakiti pasti kaum hawa akan menderita. Untuk menembalikan seperti
semula membutuhkan waktu yang cukup
lama. Juga mempunyai pengaruh rasa trauma untuk lebih berhati-hati menjalin
lagi. Dalam masalah itulah perempuan menjadi tegar dalam menghadapi berbagai
masalah.
Kelebihan
dilihat dari segi yang lain, yaitu pembaca seakan-akan terbawah kedalam
imajiasi. Pembaca sangat tertarik dengan cerita di dalam cerpen tersebut.
Khayalan pembaca menganggap dalam pernikahan tidak selamanya tenang dan damai.
Terkadang ada gelombang tsunami yang menghantam cukup keras dalam mengarungi
pernikahan. Adu argumen, dan rasa cemburu selalu menghiasinya. Hal itu sudah
biasa yang dialami dalam rumah tangga. Membangun rumah tangga yang hamonis
tidak mudah membalikan tangan. Membutuhkan perjuangan yang keras, saling
mengerti dengan pasangan, dan paling terpenting
Dalam
perkawinan salah paham dapat dicegah dengan komunikasi dengan baik. Maka dengan
menjalin komunikasi dengan baik dapat mencegah timbulnya amarah. Apabila salah
satu pasangan sedang marah harus mengalah untuk sementara. Tidak memotong
pembiraan dari pasangan. Saling mengintropeksi diri bila melakukan kesalahan
dan saling memaafkan pada pasangannya.
Kekurangan yang ada di dalam cerpen berjudul “Jawa,
Cina, Madura Nggak Masalah. Yang penting Rasanya...”. Sebagai pembaca pada kata
“Dijamin puas, Om (hal 135). Dia siap memberikan servis untuk kepuasan saya”.
Kata tersebut dalam imajnasi pembaca menganggap ada layanan khusus untuk
menawakan jasa kepuasan batin secara sesual. Ternyata persepsi pembaca itu
salah hanya istilah nama makan dilihat segi bentuknya. Montok bentuk makanannya
yang isinya penuh dan padat. Pelanggan
puas untuk menikmati makanan itu. Enak dan enak untuk mau menikmatinya.
Sehingga pelanggan mau jajan dan nambah lagi. Konsumen tidak perna bosan untuk
berlangganan lagi. Dilihat dari segi diksinya ada beberapa penulisannya masih
salah pada kata d ijual, dij amin, dij arah, menudingnuding, kacakacanya, dan
orangua. Sebernanya penulisan yang benar adalah dijual, dijamin, dijarah,
menuding-nuding, kaca-kacanya, dan orang tua.
Sarannya
untuk cerpen “Jawa, Cina, Madura Nggak Masalah. Yang penting Rasanya...”.
cerita dalam cerpen tersebut sudah bagus. Pembaca sangat tertarik untuk membaca
lagi. Mungkin yang perlu diperbaiki penulisan ejaannya yang diperbaiki. Banyak
penulisan ejaan yang salah atau mungkin juga
itu merupakan ciri-ciri khas gaya penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar