Selasa, 01 April 2014

Kukrik-Kukrik


      
Pada cerpen  berjudul “Jawa, Cina, Madura Nggak Masalah. Yang penting Rasanya...” memiliki kelebihan. Masalah rumah tangga yang diangkat dalam cerpen tersebut. Menggunakan prinsip feminisme liberal. Seorang perempuan menutut haknya sama dengan laki-laki. Sering perempuan dianggap nomor dua. Bahkan, perempuan hanya sebagai perhiasan saja yang tidak memiliki arti apa-apa. Perempuan ingin menjadi nomor satu bukan nomor dua.
Kaum Hawa hanya di dapur, mengurus anak dan melayani suami. Sehingga laki-laki memperlakukan perempuan sesuka hatinya. Sedikit pun tidak memperdulikan perasaannya. Dengan feminis liberal perempuanlah paling berkuasa dan perkasa. Perempuan bisa memiliki derajat di atas seperti halnya pada laki-laki. Kaum adam bisa mengusai perempuan, sebaliknya kaum hawa bisa menguasai para laki-laki. Sehingga perempuan tidak dipandang sebelah mata. Perempuanlah paling hebat dan perkasa.
Hal itu terlukis pada tokoh istri ada keinginan suami yang melayaninya. Dia capek dengan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurusi anak dan melayani suami mulai dari pagi hingga malam. Dia lakukan sendirian tanpa dibantu oleh suami. Ada rasa kebosanan dalam dirinya mengapa harus dia yang mengerjakan sendiri, mengapa tidak suami saja melakukannya. Bukan hanya sang istri saja yang merasakan, suami harus ikut adil merasakan penderitaan sebagai ibu rumah tangga.
 Kaum Adam hanya bisa menuntut dan meminta lebih dari istrinya. Berputar seratus delapan puluh derajat perempuan yang menuntut lebih dan lebih dari suaminya. Bila tidak dipenuhi oleh suami, istri akan marah. Bahkan menyuruh suaminya melakukan pekerjaan rumah tangga bahkan membeli perlengkapan kecantikan untuk istrinya. Sehingga suami itu tidak bisa membatah sepatah katapun yang diucapkan oleh istrinya.
Dalam perkawinan sangat dibutuhkan komunikasi. karena tidak terjadi salah paham antara suami dan istri. Tertulis kata “Jawa, Cina, Madura nggak masalah yang penting rasanya. Kulitnya kuning mulus dan bersih. Montok lagi”. Istri berpendapat suami mencari selingan atau selingkuhan. Menganggap dia tidak cantik dan seksi lagi. Alasan tersebut suami mencari kepuasan yang lain. Mencari makanan yang lebih menarik bukan cari selingkungan. Hanya sekedar persepsi yang tidak disertai dengan bukti-bukti secara fakta. Sebelum bertindak harus difikirkan terlebih dahulu tidak mengutamakan emosi semata. Karena dengan emosi tidak menyelesaikan permasalahan yang ada. Bahkan permasalahan menjadi bertambah dan semakin rumit.
Amarah sang istri meletup-letup. Seperti pijar magma yang mengalir. Emosi pada diri yang terus membara. Meredam amarah sulit terkendali pada dirinya. Sehingga tidak berfikir secara jernih.  Suami ingin menjelaskan kepada istrinya tetapi istri memotong pembicaraan. Untuk membelah diri saja sulit untuk memberikan alasannya sebenarnya. Maksudnya bukan untuk selingkuh melainkan istilah bentuk makanan yang enak dan isinya banyak. Perempuan memiliki kepekaan yang sangat sensitif pada perasaan. Bila perempuan terancam disakiti pasti kaum hawa akan menderita. Untuk menembalikan seperti semula membutuhkan  waktu yang cukup lama. Juga mempunyai pengaruh rasa trauma untuk lebih berhati-hati menjalin lagi. Dalam masalah itulah perempuan menjadi tegar dalam menghadapi berbagai masalah.
Kelebihan dilihat dari segi yang lain, yaitu pembaca seakan-akan terbawah kedalam imajiasi. Pembaca sangat tertarik dengan cerita di dalam cerpen tersebut. Khayalan pembaca menganggap dalam pernikahan tidak selamanya tenang dan damai. Terkadang ada gelombang tsunami yang menghantam cukup keras dalam mengarungi pernikahan. Adu argumen, dan rasa cemburu selalu menghiasinya. Hal itu sudah biasa yang dialami dalam rumah tangga. Membangun rumah tangga yang hamonis tidak mudah membalikan tangan. Membutuhkan perjuangan yang keras, saling mengerti dengan pasangan, dan paling terpenting
Dalam perkawinan salah paham dapat dicegah dengan komunikasi dengan baik. Maka dengan menjalin komunikasi dengan baik dapat mencegah timbulnya amarah. Apabila salah satu pasangan sedang marah harus mengalah untuk sementara. Tidak memotong pembiraan dari pasangan. Saling mengintropeksi diri bila melakukan kesalahan dan saling memaafkan pada pasangannya.
Kekurangan  yang ada di dalam cerpen berjudul “Jawa, Cina, Madura Nggak Masalah. Yang penting Rasanya...”. Sebagai pembaca pada kata “Dijamin puas, Om (hal 135). Dia siap memberikan servis untuk kepuasan saya”. Kata tersebut dalam imajnasi pembaca menganggap ada layanan khusus untuk menawakan jasa kepuasan batin secara sesual. Ternyata persepsi pembaca itu salah hanya istilah nama makan dilihat segi bentuknya. Montok bentuk makanannya yang isinya penuh dan padat.  Pelanggan puas untuk menikmati makanan itu. Enak dan enak untuk mau menikmatinya. Sehingga pelanggan mau jajan dan nambah lagi. Konsumen tidak perna bosan untuk berlangganan lagi. Dilihat dari segi diksinya ada beberapa penulisannya masih salah pada kata d ijual, dij amin, dij arah, menudingnuding, kacakacanya, dan orangua. Sebernanya penulisan yang benar adalah dijual, dijamin, dijarah, menuding-nuding, kaca-kacanya, dan orang tua.
Sarannya untuk cerpen “Jawa, Cina, Madura Nggak Masalah. Yang penting Rasanya...”. cerita dalam cerpen tersebut sudah bagus. Pembaca sangat tertarik untuk membaca lagi. Mungkin yang perlu diperbaiki penulisan ejaannya yang diperbaiki. Banyak penulisan ejaan yang salah atau mungkin juga  itu merupakan ciri-ciri khas gaya penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar