Selasa, 17 Juni 2014

Puisi Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta Karya W.S. Rendra



 
IZINKAN AKU MENCARI SESUAP NASI
DI PANGKUAN IBUPERTIWI

Oleh:
 Uun Undarti Septiani "PBSI"
 
Puisi berjudul ‘Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta’ Karya Willibrordus Surendra Broto Rendra mengangkat tentang sosial. Kemiskinan merupakan potret permasalahan klasik yang sedang diderita negara ini. Di desa tidak banyak pekerjaan yang bisa menampung mereka. Hanya pekerjaan sebagai buruh tani yang bisa dihandalkan.  Keinginkannya bisa mengubah hidup lebih baik. Terkadang juga mereka gengsi untuk bekerja di sawah. Ada juga ingin hidup enak dengan cara instan. Sempitnya lapangan pekerjaan membuatnya mereka rela meninggalkan kampung halaman. Meninggalkan anak dan keluarga hanya untuk mencari uang. Berbekal pendidikan rendah dan pengalaman yang minim banyak oknum-oknum mengajak bekerja di kota menghasilkan uang yang lebih banyak. Mereka terus diiming-iming dengan mimpi indah.  Sehingga terpicut oleh rayuan-rayuan gombal oleh pihak oknum tersebut. Dijanjikan hidup di kota sangat enak mendapatkan gaji besar dalam waktu cepat. Bekerja di sana tidak perlu membawa ijazah langsung diterima. Dari situlah mereka tertarik untuk datang ke Kota.  Tidak berfikir panjang mengambil keputus langsung ikut bekerja di sana. Membayangkan punya uang banyak hasilnya dapat membangun rumah, membelikan anak susu, bisa beli barang mewah, dan membeli apa saja yang diinginkan.  Cuplikan dari puisi ‘Bersatulah pelacur-pelacur Kota Jakarta.
Tak perna berjalan tanpa kalian
kalian tidak bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelapan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengengkang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Ibukota sangat kejam dari pada Ibu tiri perumpamaan itu sesuai dengan para pendatang untuk mengadu nasib. Bermimpi mempunyai pekerjaan yang mapan. Itu semua hanya mimpi-mimpi palsu semata. Terjebak oleh gemerlapnya surganya duniawi. Mereka dipekerjakan sebagai penjajah cinta. Setiap hari dipaksa untuk menemani para hidung belang yang kesepian. Memamerkan lekuk tubuhnya yang indah bagi para penikmatnya. Berjajar-jajar rapi di etalase cinta. Para penikmat berbaris menunggu giliran untuk memadu kasih. Memilih sesuai dengan serelah yang diinginkan. Memberikan imbalan sesuai  jasa yang diberikan.  Terkadang juga para penikmat wanita memperlakukan seenaknya saja. Para hidung belang setelah manis langsung dibuang. Melemparkan uang dimuka penjaja cinta senaknya saja. Sikap mereka tidak manusiawi. Para penjaja cinta mencari uang untuk keluarga. Mereka rela diperlakukan seperti itu.
Terkadang juga mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan misalnya seperti dipukul, dan ditendang dari pelanggannya apabila tidak bisa memuaskan. Perbuatan itu sangatlah sadis tidak selanyaknya para hidung belang memperlakukan itu. Tidak jarang para penikmat tidak memberikan jasa kepadanya sebaliknya hanya mendapatkan caci maki bahkan mengatakan tidak becus melanyaninya. Dimana hati nurani para hidung belang. Begitukah sikap mereka terhadap wanita. Wanita hanyalah sebagai korban kekejaman laki-laki. Wanita selalu disalahkan oleh kadaan. Mereka hanyalah manusia biasa untuk mencari nafkah untuk keluarganya. Mereka bukan boneka yang seenaknya saja dipermainkan perasaannya. Hargailah wanita jangan sakiti mereka.
  Kemiskinanlah mereka merelakan tubuhnya demi sesuap nasi. Sebagai tulang punggung keluarga mereka terpaksa melakukan hal tersebut. Saat  datang ke kota tidak memiliki ketrampilan apa-apa. Mencari pekerjaan sangatlah susah apalagi hanya memiliki pendidikan yang rendah. Ada juga sebagian mempunyai bekal ketrampilan tetapi tidak memiliki modal yang cukup. Dari pekerjaan itulah sedikit demi sedikit menabung untuk mendirikan usahanya itu.
Semakin hari kehidupan yang memerlukan biaya banyak apapun pekerjaan dilakukan. Di dalam hatinya ada rasa ketakutan dalam diri cemas apabila ketahuan dengan teman atau keluarganya. Ketika ditanya keluarganya tentang pekerjaan selalu diam. Cemas ada yang curiga dengan keluarga. Di kampung mereka adalah pahlawan keluarga. Seluruh kebutuhan keluarga ditanggungnya. Setiap bulan diwajibkan mengirim uang ke kampung meskipun penghasilanya sangat minim. Beban hidupnya semakin hari semakin bertambah. 
Wanita selalu dijadikan korban. Dieksploitasi kecantikan demi kepuasan hawa nafsu para adam. Wanita selalu disalahkan ketika para politikus mempermainkannya. Menjerumuskan mereka ke jurang hitam. Memaksa mereka untuk ikut dalam permainkannya. Betapa lugunya mereka ikut kedalamnya. Mereka tidak tahu apa-apa yang dilakukan oleh para adam tersebut. Terpenting adalah bagamana bisa mengisi perut ini menjadi kenyang. Terlali besi mengantarkan mereka.  Wanita hanya korban kebiadaban duniawi. Menuduh sebagai bencana di tanah air ini. Menghina martabat seorang wanita. Cuplikan dari puisi Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta’
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Orang-orang menggap bekerja sebagai Wanita penghibur gajinya besar dan bisa membeli semua barang yang dinginkan. Dalam kenyataannya anggapan itu salah. Sebagian perempuan penghibur banyak ditipu oleh mucikari. Sebagian dari penghasilannya disetorkan ke makelar dan mucikari. Ada juga mereka terjebak hutang yang banyak hanya untuk membeli pakaian dan kosmetik. Sehingga mereka rela tidak mendapatkan gaji untuk membanyar hutang. Sehingga mereka sulit untuk keluar dari wanita penghibur. Tarif melayani sangat tinggi tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa. Betapa merenanya kehidupan wanita penghibur tersebut. Sebenarnya niatnya sangat baik yaitu mencari nafkah untuk keluarganya. Malahan mereka sendiri yang terjebak dalam dunia malam.
Kebijakan pemerintah untuh menutup semua wisma di kota besar. Menutup wisma tidak semudah mereka banyakan. Membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang rumit. Dengan cara pendekatan secara personal keluh kesah para wanita penghibur. Ada yang pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut. Orang yang pro terhadap pemerintah Wisma harus segera ditutup alasannya karena wanita banyak dirugikan dan anak-anak yang tinggal disana. Sehingga tidak selaknya anak-anak hidup di lingkungan wisma dan masa depan mereka akan terancam Sebaliknya yang kontra menggap penutupan wisma itu dapat mematikan mata pencarian mereka. Mereka sudah bertahun-tahun tinggal disana apabila wisma itu ditutup mereka mencari makan kemana lagi.
 Tujuan pemerintah sangat baik untuk menjujung harkat dan martabat wanita tinggi dan mendapatkan kehidupan yang lebih lanyak. Pemerintah sudah tegas untuk menutup wisma tersebut. Pemerintah sudah memberikan pelatihan dan ketrampilan untuk bekal mereka nanti. Mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pada sekarang. Juga memberikan uang kompesansi bagi bagi penduduk wisma. Tempat yang bekas wisma tersebut akan dijadikan sebagai fasilitas umum seperti taman kota dan masjid. Cuplikan dari puisi Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta’
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan




Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
Karya: W.S. Rendra


Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi  jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar